Selasa, 27 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, Aliran Rasa


Materi "Fitrah Seksualitas" justru membuat aku bertemu kembali dengan diriku yang terluka. Berhadapan langsung, face to face.  Aku melihat diriku sendiri yang bermata lebam karena kurang tidur, menyeringai akibat sakit kepala sebelah, dan memegang pinggang menahan hasrat ingin pipis saat menyuapi anak-anak.

Spontan aku memeluk diriku, "Terima kasih sudah mau bertahan hingga hari ini. Maafkan aku karena tidak sering memelukmu. Tidak memahami rasa sakitmu. Maaf aku justru tidak berempati pada dirimu. Sibuk menyenangkan orang lain."

Terkejut ternyata aku seaniaya itu terhadap diriku sendiri tetapi kemudian aku bersiap untuk berproses.

Aku di masa lalu bukanlah anak perempuan yang memahami siapa diriku dan tahu apa yang diinginginkan. Aku mudah sekali terombang-ambing dengan mimpi orang lain. Tersesat akhirnya di sebuah pernikahan yang ternyata Tuhan siapkan agar aku bisa kembali menjadi diriku sendiri.

Fitrah menjadi wanita seutuhnya dan ibu sesungguhnya. Bersama suami menjadi tim untuk produktif, bersyukur diberi amanah duoG, dan menjaga duoG hingga akil baligh bersamaan.

***
Aku membayangkan setelah menikah, punya anak, anak besar, anak menikah. Udah kelar. Ternyata tak se-instant kaya bikin mie ya. Anak-anak justru yang memberikan bimbingan: menikmati hidup dengan bermain, tetap ada batasan sesuai dengan aturan yang ada, kenal dan paham Tuhan, menikmati dan menerima setiap momen baik itu indah maupun buruk.


Kembali ke fitrah jadi ayah ibu produktif yang hadir utuh dan penuh buat duoG.

Ayah ibu yang menerima kelemahan dan kekurangan duoG sehingga duoG juga akhirnya menerima diri mereka sendiri. Tulus penuh empati. 

Punya hubungan kedekatan yang sehat dengan rasa percaya, tetap sukacita, dan hangat kapanpun duoG butuh. 

***
Jati diri yang sesuai dengan fitrah. Laki-laki ya maskulin, perempuan ya feminin. Paham bagaimana menghargai diri sehingga jadi pribadi yang tahu apa kebutuhannya.

Bukan jadi orangtua yang hanya teriak, "Ganyang LGBT!" tetapi terus sibuk dengan pekerjaan terus menyerahkan peran pengasuhan ke gawai. Anak 1×24 jam ditemenin asisten rumah tangga. Please deh.

10 hingga 15 menit cukup, masih selalu ada kesempatan untuk orangtua memenuhi perannya.

Tak perlu lah membandingkan dengan keluarga lain bila diri sendiri tak sanggup mengusahakan sama porsinya dengan keluarga yang di-iri-in. 

Bila sanggup ikut kajian, workshop parenting, baca buku, punya waktu berkualitas dengan anak-anak minimal sama dengan "si keluarga sukses" maka boleh lah iri. Kalau cuma bacot doang mah kagak danta *versi orang planet (artinya kalau hanya iri tanpa aksi ya gak usah koar-koar membandingkan).

***

KDRT, pelecehan dan kejahatan seksual, serta pengalaman-pengalaman buruk bisa menimpa siapa saja. Namun bila ayah ibu punya bekal, anak-anak juga dipersiapkan dengan ilmu agama dan kemampuan maka hidup akan dilalui jadi lebih seimbang. 

Tidak melulu bahagia tetapi juga menerima luka-luka yang bertujuan untuk menguatkan.


Terima kasih teman-teman di kelas Bunsay Bekasi batch 4. Sama-sama menikmati level 11 ini dengan saling menguatkan untuk menerima masa lalu dan bersyukur dengan yang dimiliki saat ini serta berjuang bersama menuntaskan fitrah seksualitas. Semoga kita semua sampai garis akhir sama-sama ya.

Sabtu, 24 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, Hari 17 Perjalanan Dimulai!

Tanpa prolog karena menjadi orangtua bukan novel yang dirancang. Semua alami. Terantuk, terseok, pernah jatuh ke dalam tragedi.

Jalan dan rute sudah ditemukan. Tinggal menjalani dengan konsisten.

* Membersamai dengan sadar.

* Menerima dengan tulus.

* Mendidik dengan ilmu.

* Menjalin kedekatan yang sehat.

* Bersabar dengan ketulusan.

Semoga ayah ibu terus menjaga amanah dengan baik dan benar.

#Hari17
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Jumat, 23 Agustus 2019

Fitrah Sekualitas, Hari 16 Bukan karena Takut tetapi Rasa Tanggung Jawab

Berita sekarang ngeri-ngeri sedap yak. Hubungan sejenis, perundungan di sekolah, hingga pemerkosaan anak di bawah umur.

Was-was, takut, sampe parno kadang tetapi waktu terus berjalan kan. Gak mungkin berhenti di rasa takut.

Ibu akhirnya berkesimpulan untuk kembali menguatkan tekad. Bukan kemudian jadi mudah tetapi gak mustahil juga untuk dijalani.

Ibu rumah tangga, pelaksana pendidikan harian, koki, dokter. Semua peran dijalani dengan ikhlas dan semoga jadi berkah.

Semoga ibu bisa menuntaskan aqil baligh anak-anak secara bersamaan. Tanggung jawab penuh atas amanah yang Tuhan berikan.

#Hari16
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Kamis, 22 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, Hari 15 Apa Itu Keluarga?


Ayah ibu belajar dan bertumbuh bersama anak-anak.

Ya dulu ibu pikir menjadi orangtua harus serba tahu. Sempurna. Setelah 6 tahun lebih menjadi ibu, CUKUP bukan sempurna bagi anak-anak.

Cukup sadar untuk menemani anak-anak bermain, ada di sana saat mereka bertengkar, dan kenyang sehingga kuat memeluk memberikan rasa aman nyaman.

Keluarga ternyata tempat para anggota berpesta. Diterima apa adanya. Bukan ada apanya.

Terkadang ibu merasa bukan hal mudah memeluk anak-anak karena tidak begitu dulu ibu dibesarkan. Harus kuat. Harus jadi contoh. Harus mandiri.

Semua itu benar tetapi ternyata pelukan dan kasih sayang jauh lebih menguatkan ketimbang pukulan, sindiran, atau hukuman.

DuoG masih dalam tahapan saling berebut perhatian. Mau yang paling. Cepat naik darah kalau mereka mulai menangis, teriak, atau melempar.

Ibu berperang dalam hati. Tindakan macam apa yang sebaiknya dilakukan?

Akhirnya ibu mulai berdialog dengan mamas terlebih dahulu. Ibu mengakui jika mamas marah. Ibu membiarkan mamas mengidentifikasi kemarahannya sementara ibu juga menyadari apa yang sedang terjadi.

Pelan tapi pasti mamas menemukan solusi jika marahnya sudah terproses maka dia akan bisa memperbaiki susunan lego yang berantakan. Mamas sudah mencoba memproses marah dengan memukul, menghancurkan balik susunan lego adiknya, bahkan melempar bantal juga kardus ke ibu untuk meminta tolong.

"Ini tanknya jadi jelek kan, bentuk apa ini?"
"Ibu tahu mamas marah," ujar ibu sembari memeluk mamas hingga mamas tenang.
(Kalau ngikutin perasaan mah pengen ikut ngamuk juga. Apaan meluk, gue aja dulu kagak dipeluk, malah tambah dihukum berat).

Namun, ini adalah proses dalam keluarga. Bertumbuh bersama. Saling menguatkan hingga visi misi tercapai.

Sadar punya duoG. Sadar untuk jadi pembasuh luka.

"Ibu aku minta tolong fotoin. Udah aku benerin. Aku jadiin dua biar gak jatuh melulu."

Ahhhh, kuatnya sebuah pelukan dan pengakuan.


#Hari15
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Rabu, 21 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, 5 Cara Santai Membersamai Anak


Fitrah seksualitas bukanlah materi yang harus diajarkan ke anak melainkan contoh sikap, cara berpikir, dan akhirnya bertindak sesuai dengan yang ayah ibu lakukan. Ayah memberi teladan bagaimana selayaknya jadi ayah, ibu juga hadir sesuai fitrahnya sebagai ibu.

Nah kadang ketika anak sedang bereksplorasi, ayah ibu terlebih dahulu terjebak asumsi. Jangan-jangan anak udah tahu yang aneh-aneh nih. Belum juga memastikan dengan cara yang sesuai bahasa dan umur anak.

Terus bagaimana caranya ayah ibu biar bisa lebih santai membersamai anak yang memang lagi banyak tanya, butuh banyak penjelasan, dan ingin puas mendapatkan kasih sayang juga perhatian.

Yuk cus!

1. Kenyang

Gian kemarin minta buat puding bersama, ibu minta waktu untuk makan dulu karena ibu tahu kalau masak bersama dalam keadaan lapar bisa jadi ngomel.

Masak bersama itu, ayah ibu seperti dipaksa untuk menerima air yang tumpah kemudian bubuk agar-agar beterbangan terus bubuk coklat berhamburan. Bisa dibayangkan bila dalam keadaan lapar diminta menerima kenyataan seperti itu.

Oleh karena itu mental ayah ibu sebaiknya siap sebelum membersamai anak biar tidak berakhir marah dan salah memberikan teladan. Kenyang nomor satu.

2. Tidur siang bersama anak

Waktu tidur siang atau istirahat bersama sangat penting agar tidak cepat naik darah.

Anak menolak membereskan mainan, mengembalikan buku ke rak, atau ngotot masih mau main padahal sudah mengantuk; ayah ibu bisa ikut tiduran agar anak merasa nyaman dan aman.

Tidak salah juga beristirahat agar kembali bertenaga kemudian maksimal hadir untuk anak.

3. Cek kewarasan minimal 2 bulan sekali

Santai, tidak menuntut anak, apalagi membandingkan; ayah ibu wajib punya konsultan yang memang berkompeten untuk memastikan kewarasan.

Ketika ayah ibu merasa sudah sering marah tidak jelas, spontan membentak, atau malah langsung memukul; artinya itu sudah jadi alarm untuk ayah ibu mengecek kewarasan.

Ada masa depan anak-anak yang ayah ibu pertaruhkan. Kalau ayah ibu waras jadi santai menikmati setiap perkembangan anak maka masa depan anak pastilah lebih cerah.

4. Bercanda sesering mungkin

Anak-anak suka ayah ibu yang ceria. Itu membuat mereka aman dan nyaman.

"Ibu, aku suka diingetin tapi gak sambil teriak atau marah-marah. Aku juga gak suka dihukum."

Batasan memang harus jelas. Bila melanggar wajib ada konsekuensi biar anak-anak disiplin dan teratur. Namun seluruh anggota keluarga bisa membicarakan itu dengan cara yang serius tapi santai. Bukan membuat suasana jadi mencekam.

Bercanda, membuat suasana cair. Anak-anak pasti lebih cepat paham dan menuruti dengan sadar bukan ketakutan.

5. Jaga hubungan tetap mesra dengan pasangan

Anak-anak yang merasakan keharmonisan ayah ibu pastilah akan betah ada di rumah. Mereka paham ayah ibunya layak dijadikan tempat bermanja, panutan, dan akhirnya paham fitrah mereka serta menemukan jati diri.

Santai bukan berarti tanpa batasan. Santai cara ayah ibu membuat anak nyaman aman tumbuh sesuai fitrah. Semoga Allah selalu beri jalan ayah ibu menjadi orangtua yang amanah juga bertanggungjawab mendidik anak jadi sholeh sholehah. Aamiin...

#Hari14
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Selasa, 20 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, Hari 13 Anak Bertanya Ibu Kelabakan

1. Gian bertanya: kenapa aku harus tidur sendiri? Ayah sama ibu tidur berdua.

Jawab :

Dalam Islam, ada anjuran untuk memisahkan kamar tidur anak-anak dengan orangtua, termasuk dengan saudara kandungnya yang beda kelamin. Rasulullah bersabda:

Perintahkanlah anak-anak kalian untuk salat ketika mereka umur tujuh tahun dan pukullah jika mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud)
Dikutip dari BincangSyariah, sebagaimana diketahui dalam hadis di atas Rasul tidak mengatakan alasan pemisahan tempat tidur tersebut. Terdapat beberapa pendapat ulama dalam hal memisahkan tempat tidur anak tersebut yang dirangkum oleh Musthafa al-Adawy dalam bukunya Fiqh Tarbiyat al-Abna.

Menurut Imam al-Manawi dalam Fath al-Qadir Syarh al-Jami’ al-Shaghir bahwa memisahkan tempat tidur anak-anak dalam ruang yang berbeda jika mereka telah menginjak 10 tahun adalah sebagai kehati-hatian dari godaan syahwat, meskipun mereka adalah saudara kandung.

Kedua Imam al-Thibi berpendapat bahwa penggabungan perintah salat dengan perintah memisahkan tempat tidur mereka dalam ahdis di atas adalah untuk mendidik mereka agar selalu menjaga perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya serta mengajari mereka bagaimana adab bergaul di antara sesama.

Ibu dan ayah sudah menikah dan kami memang dianjurkan untuk tidur berdua satu kamar.


2. Masih bingung kasih penjelasan ke diri sendiri kalau gak papa anak tidur sendiri.

Jawab :
Ini mungkin bisa menguatkan niat mba Phal dan suami serta anak untuk mulai tidur sendiri.

➡️ Dari hati ke hati

Bicarakan dengan anak bahwa sekarang ia sudah besar dan waktunya untuk tidur di kamar sendiri dan tidak ditemani di dalam kamar tidurnya.

➡️ Siapkan fasilitas kamar dengan baik.

Siapkan kamar tidur bergambar hiasan dinding yang menarik dan kasur yang tidak terlalu tinggi untuk mengurangi resiko anak terjatuh. Singkirkan juga barang yang tidak aman seperti mainan yang tepinya tajam atau licin.

➡️ Kamar mandi

Buat nyaman akses ke kamar mandi sehingga jika anak terbangun di malam hari maka ia tidak akan mengalami kesulitan (misalnya menaruh tombol lampu yang mudah dijangkau anak agar ia bisa mematikan atau menyalakan lampu dengan mudah), pastikan kamar mandi tidak licin agar dalam kondisi setengah mengantuk ia tetap aman. Jika hal ini juga disiapkan dengan baik maka tidak akan menjadi alasan anak untuk kembali tidur dengan orang tua.

➡️ Jarak kamar anak dengan kamar orangtua

Jangan posisikan kamar anak terlalu jauh dari kamar tidur orangtua sebab meskipun dilatih untuk tidur sendiri, anak masih butuh jarak yang dekat dengan orang tuanya. Kamar tidur yang bersebelahan adalah yang paling baik.

3. Anak sakit tapi terus jadi alasan biar
ibunya tetap nemenin. Padahal butuh couple time.

Si Kecil tidak mau tidur sendiri padahal sudah berusia sekian tahun?

Anak "nempel" dengan ibunya sebenarnya adalah hal yang wajar, karena orang terdekat yang selalu menemaninya sejak dia lahir adalah ibu. Namun, bila anak masih terlalu "lengket" dengan ibu, bahkan di usianya yang sudah lebih besar di mana Si Kecil seharusnya sudah lebih mandiri, ternyata bisa memberikan dampak yang tidak baik baik bagi Si Kecil maupun ibunya.

Penyebab masalah ibu dan anak ini memang ada berbagai macam. Namun, sikap anak yang “lengket” ini bisa juga disebabkan oleh ibu sendiri. Kenali penyebab anak tidak bisa lepas dari ibunya berikut ini.

➡️ Faktor Orangtua (Terutama Ibu)

Tanpa sadar orangtua sering melakukan hal-hal yang membuat anak menjadi sangat bergantung kepada mereka. Coba ingat-ingat lagi apakah ada sikap ibu selama ini yang membuat Si Kecil jadi tidak mau lepas dari ibu.

Overprotective. Beberapa ibu bersikap terlalu melindungi anaknya. Misalnya, tidak pernah mengizinkan anaknya bermain di luar rumah dengan berbagai alasan. Apalagi bagi ibu yang memiliki kesibukan yang cukup tinggi, sehingga tidak sempat untuk mengajak anak bersosialisasi ke luar, misalnya mengunjungi rumah tetangga, dan lain-lain.

Sebenarnya sangat wajar bila ibu ingin melindungi anaknya setiap saat dari hal-hal berbahaya yang banyak ditemukan di luar sana. Apalagi bila anak masih sangat kecil. Karena itu, anak akan takut dan merasa tidak nyaman, lalu memilih untuk menempel ke ibunya.

Sering “mengancam”. Beberapa ibu juga sering menggunakan kata-kata ancaman untuk mencegah anak melakukan sesuatu.

Nah, kata-kata ancaman ini sebenarnya tidak baik diucapkan ke anak. Akibatnya, anak akan menjadi penakut sehingga dia tidak berani untuk melakukan apapun sendiri dan selalu bergantung kepada orangtuanya.

➡️ Faktor Anak

Karakter anak ternyata juga ikut memengaruhi sikapnya yang cenderung tidak bisa lepas dari ibu. Anak yang ceria dan easy going akan lebih cepat untuk beranjak mandiri dan tidak bergantung kepada ibunya. Namun, ada juga anak yang slow to warm up, yaitu anak-anak yang memerlukan waktu sedikit lebih lama untuk beradaptasi baru bisa meninggalkan ibunya. Sedangkan anak yang pemalu, pendiam, ataupun penakut, cenderung lebih sulit dipisahkan dari ibunya.

➡️ Faktor Lingkungan

Jika temannya masih tidur bersama ortu, atau jika biasa menginap dan tidur bersama nenek,  anak lebih enggan tidur sendiri.

Namun, ibu enggak perlu khawatir menghadapi sikap anak yang satu ini. Ibu bisa mencoba cara-cara berikut agar anak mau ditinggal tidur sendiri:

*Ciptakan Suasana Aman*

Ibu sebaiknya tidak meremehkan rasa cemas yang dimiliki anak, tetapi juga jangan ikut-ikutan menjadi cemas. Buatlah situasi agar Si Kecil bisa merasa aman dan nyaman dengan lingkungan di mana dia berada. Dengan demikian, Si Kecil tidak akan merasa takut bila ibu harus meninggalkan dia sendiri.

*Ucapkan Kata-kata Sayang*

*Berpamitan dengan Anak Saat Ingin Meninggalkannya*

Jangan meninggalkan Si Kecil secara diam-diam karena hal ini akan membuatnya tidak percaya lagi dengan ibu. Namun, berilah sentuhan fisik dan ucapkan salam perpisahan dengan cara yang menyenangkan saat ingin meninggalkan Si Kecil.

Yakinkan Si Kecil bahwa dia akan aman berada di kamarnya dan bahwa ibu tetap mencintainya. Ibu bisa mengatakan, “Ibu ada di sini, kelihatan kan? Jangan takut ya Nak…”

Jika anak sakit,  temani ia di kamarnya sampai merasa nyaman
 Atau bahkan sampai tertidur.  Setelah itu,  tinggal.

Dukung terus dan bangun kepercayaan diri Si Kecil agar dia menjadi anak yang mandiri.

#Hari13
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Referensi

Materi Ketika Anak Bertanya tentang Seksualitasnya disampaikan kelompok 10 Maryam NH, Dina, Desy, Ayu kelas Bunda Sayang Batch 4 Bekasi

Diskusi WA Grup kelas Bunda Sayang Batch 4 Bekasi

Senin, 19 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, Hari 12 Terpeliharanya Fitrah Membuat Mendidik Lebih Mudah

Setiap manusia terlahir unik. Allah sudah install semua fitur yang memang khusus untuk pribadi tersebut menjalankan perannya di dunia.

Penjelasan Ust. Harry Santosa membuat ibu melihat kembali apakah ibu termasuk yang "tidak menghadirkan jiwa" saat bersama anak-anak.

Ternyata iya. Berat sekali untuk mengakui.

  • Anak bayi biasa bangun subuh eh ibu nenenin biar tidur lagi
  • Anak sudah punya sensor suka kebersihan eh ibu pakein popok sekali pake biar praktis
  • Tidak sabar dengan kenakalan padahal itulah panggilan perannya (keras kepala jadi pemimpin, galau jadi seniman atau TI
Padahal jika ibu paham semua yang ada pada anak memang sudah pas tinggal menumbuhkan untuk beribadah kepada Allah dan jadi khalifah di dunia.

Tulisan ini jadi berat karena sekilas ibu merasa bukan ibu yang baik dan tak punya masa depan.


Hal yang tidak akan aku sesali adalah kembali ke fitrahku sebagai ibu. Mendidik diri, kemudian komunikasi dengan suami, sehingga bisa membersamai anak-anak utuh dan penuh.

#Hari12
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Referensi

 https://youtu.be/35ppT9E0TCc

Minggu, 18 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, Kota Layak Anak Berawal dari Keluarga Layak Anak



"Mas, dulu waktu kecil ibu pikir punya mainan banyak itu jadi senang. Ternyata gak. Ibu lebih senang kalau akung sama uti main sama ibu."

Kebersamaan meskipun hanya sebentar itu penting. Ngobrol walau pas makan itu berkesan.

Bisa menuntut pemerintah untuk bekerja sama membentuk kota layak anak kalau di rumah sudah bisa layak anak.

Bagaimana mau layak anak kalau di rumah orangtua masih berantem di depan anak? Terus-terusan saling berdebat tentang pola asuh. Anak bingung seolah harus memilih apakah ikut papah atau mamah.

Kota layak anak di Indonesia masih dalam hitungan jari, orangtua memilih tinggal di luar negeri. Baru kembali setelah anak dewasa. Anak menerima kejutan budaya.

Sebagian yang lain tinggal di negeri sendiri dengan tertatih-tatih menerima apa adanya. Berjuang sekuat tenaga dan mempraktikkan ilmu yang dipunya.

Mendidik anak sesuai ilmu, pengalaman, juga lingkungan yang ada. Menguatkan keluarga dengan doa. Minta bimbingan Yang Maha Kuasa. Semoga kota yang didamba segera ada. Kota layak anak dengan rasa nyaman, aman, juga tenang membiarkan anak tumbuh berkembang sesuai fitrahnya.

#Hari11
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Referensi

Materi Peran Lingkungan dan Perlindungan dari Kejahatan Seksual disampaikan kelompok 9 Rafita, Maryam, Citra kelas Bunda Sayang Batch 4 Bekasi

Diskusi WA Grup kelas Bunda Sayang  Batch 4 Bekasi

Sabtu, 17 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, 3 Ide Melunasi Utang Pengasuhan Masa Lalu


Ayah ibu sama-sama tukang selingkuh, memiliki kelainan seksual, atau terjebak dalam lubang LGBT.

Ayah ibu merasa belum bisa menjadi orangtua yang baik. Ada beban pengasuhan yang dulu belum tuntas. Apa sajakah itu?

* Komunikasi berdasarkan asumsi

Komunikasi hanya sebatas pengamatan sepihak kemudian memutuskan apa yang baik buat anak-anaknya.

Belum lagi anak-anak menjadi saksi pertengkaran atau diem-dieman orangtua.

Tidak adanya kelekatan emosi yang sehat dan positif. Sudah dapat dipastikan saat jadi orangtua akan panen perilaku-perilaku yang menyimpang.

* Ekspektasi tinggi

Anak digunakan sebagai penebus impian orangtua. Oh orangtua gak bisa jadi dokter terus anak dipaksa untuk jadi dokter atau anak dipamerin sebagai peringkat pertama.

* Kurangnya pendidikan agama

Pendidikan agama ya di sekolah atau mengaji sore hari. Tanpa ada teladan dari kedua orangtua.

Pada saat menikah semua hasil didikan itu menuai hasilnya. Ayah Ibu merasa gagal.

Mustahil tuntas. Ibu berpikir seperti itu ketika materi fitrah seksualitas hadir.

Menulis catatan ini sungguh menguras tenaga ibu. Semua ingatan masa lalu silih berganti seperti kepingan-kepingan puzzle yang akhirnya lengkap.

Tumbuh di keluarga yang sering bertengkar, kaya akan cacian dan makian, serta tidak tuntasnya fitrah. Mau jadi ayah ibu macam apa?

Inilah 3 ide yang bisa ayah ibu lakukan untuk melunasi utang pengasuhan masa lalu sehingga bisa fokus menutaskan fitrah seksualitas anak dan terhindar dari penyimpangan-penyimpangan!

Jadi ayah ibu yang akhirnya sadar berkat doa

1. Membingkai ulang sosok orangtua

Setiap orangtua memiliki kelebihan. Pada awalnya akan sulit mengingat kelebihan orangtua ayah ibu tetapi yakinlah ayah ibu bisa bertahan hingga saat ini berkat doa orangtua.

Doa orangtua ayah ibu yang akhirnya membukakan jalan untuk jadi yang lebih baik.

2. Mulai rajin menuntut ilmu

Zaman dulu akses ilmu pengasuhan anak terbatas tidak seperti saat ini. Maka dari itu, apa-apa yang dulu orangtua tidak tahu sekarang ayah ibu bisa tahu.

Rajin mengikuti kajian sehingga ilmu bertambah lalu praktik di rumah bersama anak.

Dengan begitu apa-apa yang ingin ayah ibu dapatkan saat menjadi anak bisa diwujudkan bersama anak-anak.  Buktikan ilmu bisa mengubah diri ayah ibu jadi lebih baik.

3. Melepaskan masa lalu, hadir di masa kini, dan berjuang untuk masa depan lebih baik

Kebali ke fitrah ayah ibu dan hadir untuk anak-anak. Biar anak-anak tumbuh sesuai fitrahnya dan nantinya melanjutkan itu untuk anak-anak mereka.

Utang pengasuhan bisa menyebabkan anak-anak melakukan penyimpangan di masa dewasanya. Pilihan kembali ke ayah ibu apakah ingin melanjutkan rantai penyimpangan itu atau memutus.

#Hari10
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Referensi

Materi Penyimpangan Seksualitas, Pencegahan, dan Solusinya yang disampaikan kelompok 8 Hervin, Ratna, Yani kelas Bunda Sayang Batch 4 Bekasi

Diskusi WA Grup kelas Bunda Sayang  Batch 4 Bekasi

Jumat, 16 Agustus 2019

Fitrah Seksual, 3 Cara Waspada Kejahatan Seksual yang Mengintai Anak

Saat ini kejahatan seksual mengintai bukan hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak.

Lantas bagaimana orangtua menyadarkan diri untuk terus waspada?

1. Kedekatan emosi sehat dan positif

Anak yang memiliki kelekatan positif dengan ayah ibu menjadi anak kuat. Tidak haus kasih sayang dan perhatian. Apalagi sekedar iming-iming permen.

Ayah ibu juga dengan mudah mengenali perubahan yang ada di diri anak.

Anak yang mengalami pelecehan pasti memberikan tanda jadi saat orangtua dekat maka akan dengan cepat tahu dan melakukan tindakan yang diperlukan.

2. Ajari anak melindungi diri

Lagu "Sentuhan Boleh" sudah ibu ajarkan saat Gian berumur 4 tahun dan Geni 2 tahun. Sekarang lagu itu tinggal diulang dan mengingatkan bagaimana bereaksi ketika ada orang yang gak dikenal kasih makanan atau minuman.

3. Ibu dan ayah terus berdoa minta keselamatan dan dijauhkan dari bahaya

Ya Allah adalah penolong terbaik. Memperbanyak doa semoga Allah beri pertolongan dan keluarga selalu dilindungi. Aamiin...


#Hari9
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Referensi

Materi Menjaga Diri dari Kejahatan Seksual yang disampaikan kelompok 7 Dwina, Arlin, Wa Ode kelas Bunda Sayang Batch 4 Bekasi

Diskusi WA Grup kelas Bunda Sayang  Batch 4 Bekasi

Kamis, 15 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, 3 Cara Mencegah Cybercrime pada Anak


Jangan ada kejadian dulu baru kemudian terpikir melindungi anak.

Ya anak dididik sesuai zamannya. DuoG lahir di era digital yang semua informasi ada di layar gawai.

Menurut pemahaman ibu ada 4 masa anak untuk "gadget time": tidak pengang sama sekali (0-2 tahun), pendampingan penuh dan screen time terbatas (3-6 tahun), pengawasan penuh dan belum memiliki gawai sendiri (7-14 tahun), sudah bisa memiliki gawai sendiri dan menanggung setiap konsekuensi sendiri (15 tahun ke atas).

Orangtua juga wajib menyadari perubahan era dan bagaimana mereka merespon perubahan tersebut merupakan contoh buat anak-anak. Bila orangtua saja belum bisa lepas gawai, bukankah akan kebingungan melatih anak bertanggung jawab dengan gawai mereka?

"Anakku aku kasih gadget aja biar diem, abisnya kalau gak gitu aku jadi gak bisa ngerjain kerjaan rumah tangga. Pulang kerja suami manyun deh lihat rumah masih berantakan."

"Aku sih gak kasih sama sekali, aku biarin aja dia main di luar sepuasnya. Cape, tidur nyenyak."

"Kalau aku, main gadget aku temenin, main di luar aku awasin. Soalnya biar tahu anak nonton apa. Berbahaya atau tidak."

Ya kejahatan tidak hanya terjadi di dunia nyata tetapi juga jagat maya. Kejahatan seperti komentar dengan tujuan perundungan, pemerasan menggunakan konten digital, atau pornografi.

Terus bagaimana cara mencegah kejahatan dunia maya menimpa anak atau keluarga kita?

1. Punya batasan jelas tentang waktu penggunaan gawai di rumah

Balik lagi ke komunikasi produktif, seluruh anggota keluarga sadar seberapa porsi mereka menggunakan gawai di rumah. Jangan sampai gawai menjauhkan yang dekat. 

Batasan ini selain bagus untuk tetap memiliki interaksi antar anggota juga meminimalisir kecanduan serta dampak negatif dari penggunaan gawai itu sendiri.

2. Memiliki pengetahuan yang cukup tentang kejahatan di dunia maya

Kejahatan dunia maya bisa saja jadi lebih menakutkan karena mereka bekerja tanpa disadari oleh si korban. Contohnya orang dewasa saja bisa bunuh diri karena tekanan komentar di media sosial apalagi anak-anak.

Pengetahuan yang cukup akan membuat orangtua lebih bisa waspada dan mencegah sebelum terjadi atau kalaupun menimpa bisa menangani dengan lebih baik dari yang orang awam.

3. Membekali keluarga dengan ilmu agama

Ya tuntasnya fitrah seksualitas kemudian akil baligh secara bersamaan membuat anak memiliki bekal yang cukup untuk menerima perubahan zaman dan semua konsekuensi di dalamnya.

Orangtua wajib menuntaskan anak dengan baik jika ingin mereka tidak ,menjadi korban perubahan zaman itu sendiri.

Ciri bekal yang cukup adalah anak mampu membawa diri dengan baik, percaya diri dengan jati dirinya dan bertanggung jawab.

Perubahan zaman tidak bisa kita tolak, melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan adalah solusi terbaik untuk tidak larut serta tetap sesuai dengan visi misi keluarga.

#Hari8
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Referensi

Materi Pengaruh Media Digital terhadap Fitrah Seksualitas yang disampaikan kelompok 6 kelas Bunda Sayang Batch 4 Bekasi

Diskusi WA Grup kelas Bunda Sayang  Batch 4 Bekasi

https://id.theasianparent.com/memberikan-gadget-pada-anak

Rabu, 14 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, 3 Bekal Penting Orangtua Mempersiapkan Aqil Baligh Anak Bersamaan


Anak-anak hanya sebentar ada di pelukan orangtua, 15 tahun maksimal.

Oleh karena itu orangtua perlu mempersiapkan anak-anak menuju akil baligh yang bersamaan. 

Akil baligh bersamaan artinya orangtua mampu memberi pondasi agama yang kuat sehingga anak mampu menjadi dewasa, bertanggung jawab, dan mandiri. Anak tahu dan menjalankan kewajiban syariatnya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Terus hal apa saja yang perlu orangtua persiapkan agar bisa membersamai anak menuju akil baligh?

1. Komunikasi Produktif

Sejak kecil bila orangtua terbiasa berkomunikasi produktif dengan anak maka masa-masa kritis 10 tahun menanamkan fitrah keimanan dan mengenal diri akan lebih hangat juga terbuka.

Ibu menjelaskan tentang menstruasi, ayah cerita tentang mimpi basah, kemudian anak-anak  bisa menceritakan dengan nyaman dan aman apa yang sedang mereka hadapi juga alami. Pelukan nyaman juga tidak canggung orangtua berikan ketika merasakan ketakutan anak. 

Bagaimana komunikasi produktif dengan anak? Kalimat pendek dan jelas, gunakan suara ramah, dan katakan yang orangtua inginkan.

"Nak, ibu mau kamu meletakkan kembali mainan ke rak semula."
"Terima kasih telah mengembalikan mainan. Kamu hebat, bertanggungjawab."

Bermula dari komunikasi produktif yang fokus ke solusi dan masa kini maka terbangun kelekatan sehat kuat antara anak dengan orangtua. Inilah bekal penting pertama.

Lanjuuut!

2. Memberikan contoh nyata apa itu menjalankan syariat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab

Ayah mengajak anak laki-laki sholat di masjid. Ketika anak masih 3-6 tahun maka ayah tahu bahwa anak akan lebih fokus pada bermain tetapi perlahan ayah jelaskan aturan jika berada di masjid. Pelan-pelan anak juga akan paham bahwa di masjid tempat sholat. 

Bagaimana bersikap dan apa yang harus dilakukan? Anak akan mengobservasi dan meniru apa yang ayah lakukan.

Ibu juga mencontohkan sholat di rumah karena sebaiknya perempuan sholat di rumah. Wajib sholat di masjid adalah laki-laki.

Syahadat, sholat, puasa, zakat, dan haji. Rukun islam yang ayah ibu contohkan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, anak akan meniru. 

Anak tumbuh dengan ada teladan jadi apa nantinya anak ya sekarangnya orangtua. Artinya teladan apa yang diberikan orangtua, itulah masa depan anak.

So make it best to imitate for their wonderful future.

3. Mulailah menjadi sahabat anak

0-2 tahun sebaiknya orangtua puas "mengendalikan" anak. 

"Mumpung belum bisa protes."

Yups, puas-puasin deh pilihin baju terus beliin mainan yang mungkin dulu gak sempat orangtua miliki. Kok gitu ya karena ketika anak umur 3 tahun ke atas, mereka sudah punya keinginan sendiri. 

Bila orangtua terlalu dominan maka nantinya anak akan kehilangan jati diri mereka. Gak mau dong ya.

Nah maka dari itulah kesadaran orangtua akan tahap-tahap perkembangan anak wajib dimiliki agar bisa memaksimalkan potensi orangtua dan juga anak.

7 tahun ke atas, anak mulai bisa diberikan kebebasan yang bertanggungjawab. Di sini orangtua sudah mulai berperan ganda. Kadang jadi orangtua yang mengingatkan batasan, kadang jadi sahabat yang selalu ada buat anak untuk cerita apapun.

15 tahun anak tuntas fitrah seksualitas. Anak nyaman terbuka ke orangtua maka ayah ibu bisa "mengontrol" anak dengan lebih bijak, hangat, dan penuh cinta.

#Hari7
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Referensi

Materi Pentingnya Aqil Baligh Secara Bersamaan adalah tema 5 yang disampaikan oleh Desi A, Vero, Yuli, Diana di kelas Bunda Sayang Batch 4 Bekasi

Diskusi WA Grup kelas Bunda Sayang  Batch 4 Bekasi

Selasa, 13 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, 5 Kebiasaan Wajib Ibu Praktikkan agar Anak Tuntas Fitrah Seksualitasnya

Biar sama-sama enak, ibu mau kasih juga kebiasaan yang wajib ibu lakukan di rumah agar anak tuntas fitrah seksualitasnya.

Oh ya yang mau lihat atau sekalian unduh presentasi ibu kemarin bisa klik saja :


Kali aja mau jadi bahan pillow talk atau diskusi pas makan malam sama suami. Hihihihi...

Lanjuuut!

Kemarin waktu membuat materi tentang fitrah seksualitas, ibu terpana melihat peran seorang ibu dan jadi berkaca, apakah aku sudah berperan maksimal untuk Gian Geni?



Kebiasaan ini ibu tuliskan karena semacam sugesti positif bagi ibu pribadi agar lebih ikhlas menjalani fitrah sebagai ibu dan semoga bermanfaat juga buat yang baca. Aamiin...

1. Fokus melihat kelebihan anak

Ibu menemukan pola asuh zaman ibu kecil sangat mempengaruhi  pola asuh ke Gian Geni saat ini.

Ibu terbiasa dibandingkan dan dituntut sempurna tanpa ada teladan dari orangtua sehingga saat ini ibu lebih sering melihat kekurangan Gian Geni. Padahal fitrah mereka sudah sesuai dengan kebutuhan di masa depan, tinggal ibu menumbuhkan dan menuntaskan.

Alhamdulillah niat ibu untuk memperbaiki diri, kembali ke fitrah, dan menjalani peran secara maksimal; dijawab Allah dengan kesempatan untuk mendapat ilmu kuliah online di IIP dan kelas psikologi terapan.

Terus berlatih agar otomatis bisa langsung terhubung dengan kelebihan Gian Geni saat berekspektasi terlalu tinggi melihat rumput tetangga yang hijau sintetis.

2. Meletakkan gadget saat waktu berkualitas

Yang sering digenggam kemana-mana memang ponsel. Ibu merasa kuat dan nyaman karena seolah memiliki dunia di genggaman.

Namun, alhamdulillah lagi Gian Geni sudah bisa mengingatkan ketika ibu berlebihan berinteraksi dengan gadget. 

Ibu juga mulai memprioritaskan Gian Geni secara bertahap. Kenapa? Buru-buru bikin gak waras jadi ya alon-alon asal kelakon deh.

3. Menerapkan batasan dan konsekuensi tanpa rasa bersalah

Namanya juga ibu yak, baper. Apalagi kalau berkaitan dengan jadwal kuliah atau supervisi, sering merasa bersalah karena harus meninggalkan anak-anak di tempat penitipan atau kadang sama ayahnya yang sabtu minggu harusnya istirahat.

Ya balik lagi, dikasih lingkungan perkuliahan dan suami yang mendukung bahwa ada kalanya Gian Geni memang harus belajar menata hati untuk jadi mandiri. Tidak bergantung pada ibu dan ayah atau manusia tetapi cukup Allah saja.

Ternyata oh ternyata ketika diajak komunikasi tentang batasan ibu harus sekolah dan ada ganti hari Gian Geni main penuh sama ibu lagi, mereka berusaha mengerti. Ya walaupun masih kadang nangis gak terima.

4. Membasuh luka tanpa mengikuti suasana hati

Ada kalanya janji yang sudah ayah ucapkan gagal terwujud karena fakta di lapangan tidak sesuai.

Ibu di sini sebaiknya menetralkan perasaan kecewa dulu karena janji buat Gian Geni, ibu dengar, akhirnya ibu juga ikut berharap akan terwujud.

Suasana hati yang sudah terproses membuat ibu jadi lebih bisa netral dan memilih kata-kata yang baik saat menjelaskan ke Gian Geni. Berbeda saat ibu masih memendam rasa kecewa. 

Oleh karena itu, sebelum membasuh luka Gian Geni ibu sebaiknya membasuh luka ibu sendiri dulu. Hasil akhirnya akan sangat jauh berbeda.

5. Memuji anak sesuai bahasa cintanya

Mengamati dengan teliti ketika Gian gagal memenuhi apa yang dia butuhkan dan lebih mengutamakan memperlihatkan tantrum, ibu tahu kalau ibu kurang bisa mengapresiasi kelebihan Gian mengungkapkan perasaannya.

Pada saat ibu bicara lebih lembut, menanyakan apa yang sedang Gian rasakan, lalu Gian mau mengakui dia ngantuk, dan akhirnya dengan kesadaran tidur sendiri. Ibu merasa berguna. Ibu merasa sudah melakukan yang terbaik.

Berkomunikasi, memuji dengan mewujudkan keinginan Gian membuat puding bersama setelah bangun tidur siang, kemudian tos. Ada sentuhan dan penghargaan.

Hangat dan menenangkan. Kembali ke fitrah ibu dengan sadar juga ikhlas.


#Hari6
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi

#Level11Bunsay4Bekasi

Referensi

Fitrah Based Education, Harry Santosa, 2017, Yayasan Cahaya Mutiara Timur

https://drive.google.com/file/d/19teiz5NqHz9037TgmpIzvgE7UujCNm1I/view?usp=drivesdk

https://www.google.com/amp/s/pengejasemesta.wordpress.com/2018/05/18/fitrah-peran-ayah-ibu-sejati/amp/


Menjadi Ayah Pendidik Peradaban, Adriano Rusfi dkk, 2018, Hijau Borneoku

Senin, 12 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, 5 Kebiasaan yang Wajib Ayah Praktikkan agar Anak Tuntas Fitrah Seksualitasnya


Hari ini giliran kelompok ibu melakukan presentasi dan diskusi kelas. Diskusi berjalan lancar. Ibu senang.

Materi bisa dilihat di Gdrive ibu ya. Klik link di bawah ini aja:

Peran Ayah dalam Pengasuhan untuk Membangkitkan Fitrah Seksualitas

Dari presentasi dan diskusi ibu menemukan judul "5 Kebiasaan yang Wajib Ayah Praktikkan agar Anak Tuntas Fitrah Seksualitasnya". Judul resume itu jadi semacam tips dan trik agar ayah mampu memaksimalkan perannya dalam pengasuhan.


***

Peran ayah dalam pengasuhan anak sering kali terabaikan karena tuntutan "NAFKAH". Seolah tugas ayah hanya urusan nafkah. 

Kemudian pepatah Arab "ibu adalah madrasah" menjadi dalih untuk menyerahkan semua tugas pengasuhan ke ibu.

Ternyata oh ternyata ayah dan ibu memiliki peran yang seimbang agar anak tuntas fitrah seksualitasnya. Ingat ya ingat, ini tentang kelekatan yang sehat antara orangtua dengan anak. Bukan pendidikan seks.



Bersama  saling mengisi sesuai perannya masing-masing. Terus bagaimana untuk ayah ibu yang memiki masa lalu atau inner-child? Ya tentu saja keinginan kuat untuk berubah untuk menjaga amanah.

Ikhtiar selanjutnya adalah mencari ilmu untuk kemudian dipraktikkan untuk menuntaskan fitrah seksualitas anak.

Ilmu bisa didapat dari mana saja. Tips dan trik ini ibu temukan ketika selesai diskusi, kemudian nantinya akan ibu diskusikan dengan ayah untuk akhirnya dipraktikkan di rumah kami.

1. Meletakkan gadget saat waktu berkualitas bersama anak

Ponsel, televisi, laptop, serta kamera. Ayah bisa benar-benar hadir untuk anak-anak meskipun hanya 15 menit. Cukup. 

Hadir untuk makan malam bersama, membangun kedekatan, dan menikmati kehangatan keluarga.

2. Menjadi teman anak

Untuk ayah yang memiliki anak 3-6 tahun bisa bermain layangan, sepedaan, atau membuat rumah boneka dari kardus bersama anak-anak. Tak harus mahal, hadir saja. Cukup.

Bagi ayah yang anaknya sudah 7 tahun ke atas bisa bereksplorasi dengan kesukaan anak-anak. Anaknya suka nonton film, bisa diajak berpetualang untuk mengasah ide-ide. Mungkin dari berpetualang itu, anak tahu kalau film bisa berawal dari lapangan dekat rumah saja.

Khusus yang punya anak  laki-laki menuju baligh 10-14 tahun, kegiatan-kegiatan yang melibatkan sistem berpikir sebaiknya diperbanyak. Ini agar kesiapan menuju tanggung jawab, kemandirian, juga profesionalisme terbentuk. Anak perempuan bisa diajak piknik, menyediakan telinga, serta jadi teman baik baginya.


Peran ibu dimana? Tidak perlu menuntut kesempurnaan. Jaga saja komitmen! Misal jadwal seminggu sekali hari sabtu jam 10.00-10.15, semangati ayah untuk konsisten. 

3. Menjadikan Anak Prioritas


Tidak membawa beban kerja ke rumah adalah keputusan kerja cerdas. 

Profesionalisme juga bisa dipakai di rumah karena peran ayah sudah berganti ketika sampai di rumah. Bukan lagi pekerja tetapi ayah sang pendidik peradaban.

4. Mendisiplinkan anak tanpa kekerasan dan teriakan

Anak yang tuntas fitrah seksualitasnya pastilah memiliki batasan jelas. Ketika melanggar batasan, ayah dan anak memiliki kesepatan konsekuensi yang harus dijalani. Penuh kesadaran bukan dengan pukulan plus teriakan.

5. Bercanda dan tertawa bersama anak

Awalnya sulit pasti tetapi anak adalah amanah yang mungkin jadi pengajar ayah untuk lebih menikmati hidup. 

Ayah kaku bisa saja terbawa anak pertama yang periang. 

Ya kali aja Tuhan mau nyelepet ayah biar terus sadar bahwa tidak perlu tegang saat visi misi sudah jelas. Tinggal menjalani dan percaya prosesnya.

Semoga bermanfaat ya tips dan trik ibu kali ini. Selamat menikmati sisa malam bersama keluarga. Tetap waras dan bahagia. Aamiin...

#Hari5
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi

#Level11Bunsay4Bekasi

Referensi

Fitrah Based Education, Harry Santosa, 2017, Yayasan Cahaya Mutiara Timur

https://drive.google.com/file/d/19teiz5NqHz9037TgmpIzvgE7UujCNm1I/view?usp=drivesdk

https://www.google.com/amp/s/pengejasemesta.wordpress.com/2018/05/18/fitrah-peran-ayah-ibu-sejati/amp/


Menjadi Ayah Pendidik Peradaban, Adriano Rusfi dkk, 2018, Hijau Borneoku

Minggu, 11 Agustus 2019

Fitrah Seksualitas, Hari 4 Catatan Anak Mencari Ayah Ibu

Ketika melihat dan mendengarkan paparan bu Elly Risman tentang fitrah seksualitas, ibu teringat lagu yang kadang Gian atau Geni gumamkan: "Pokemon, pokemon dimana kamu? Aku mencarimu. Kamu dimana?"

Kebetulan kakak sepupu juga bertanya bagaimana cara agar anak pertamanya bisa lebih tenang saat berpisah dengan ayahnya yang harus bekerja di ibukota. 

Sadar atau tidak peran ayah ibu kekinian tergerus dengan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan fisik bukan emosi. Cukup atau tidak uang untuk makan besok? Mendelegasikan kedekatan emosi kepada asisten rumah tangga, gadget, atau tempat penitipan anak. Terus gimana dong, kalau gak kerja kan gak makan?

Iya benar juga tetapi apakah itu yang betul-betul dibutuhkan anak? Pernahkah ayah ibu bertanya langsung ke anak atau mengamati dengan teliti seperti saat menyelesaikan tugas kantor yang berharga? 

Ini anak lho, amanah dari Allah. Ya bayangin aja ayah ibu dititipin anak presiden, gimana coba jagainnya? 

Ibu mendadak baper nih. Ibu merefleksi diri saat marah dan bilang, "Kamu sudah dibeliin mainan gak bersyukur. Main lah, tanggung jawab bukan malah minta beli lagi beli lagi. Emang duitnya tinggal gunting apah."

"Aku mau mainnya sama ibu."

Deggg... Jawaban Geni yang menghantam ulu hati ibu. Tamparan tidak langsung dari Sang Pemberi Amanah. Woi, emang aku butuh mainan. AKU BUTUH AYAH IBU.

Inilah keresahan alam bawah sadar anak-anak saat menyanyikan lagu pokemon. Mereka ternyata belum menemukan ayah ibu mereka yang utuh. Tidak ada kelekatan positif antara ayah ibu dan anak-anak.

Belum cukup rasa aman, nyaman, dan juga kepercayaan yang terbangun sehingga anak tumbuh tanpa rasa percaya diri, jati diri abu-abu, dan haus kasih sayang yang dilampiaskan secara negatif. Narkoba, pergaulan bebas, bahkan seks usia dini.

***

"... Kalau bicara seksualitas bukan seks urusan kelamin. Itu yang sininya (bu Elly Risman menunjuk ke bagian kepala) mesti dibenerin dulu. Seks itu bukan urusan kelamin. Seks itu urusan kelengketan."

Video 9 menit 43 detik yang perlu diresapi dengan hati lapang, rasa ingin mencari solusi, dan berubah.

Ayah Ibu pulang. Jangan biarkan peran ayah ibu digantikan oleh asisten rumah tangga, gadget, atau supir.

Bagaimana dengan ayah ibu yang sudah ada di rumah, 24 jam bahkan. Yuk, mulai buat waktu secara konsisten untuk sadar penuh hadir utuh membersamai anak-anak. Berikan perhatian, kehangatan, dan rasa nyaman untuk anak. Apakah harus lama? Tidak. Maksimal 15 menit saja, kita bisa seperti saling mengenal 1 tahun.

Di umur 15 tahun anak sudah tuntas dengan dirinya, orangtua bisa kembali fokus ke prioritas yang lain.


Kuy! Mengajak diri sendiri untuk lebih konsisten lagi membuat waktu bersama anak agar benar-benar tuntas.

#Hari4
#Bunsaylevel11
#Fitrahseksualitas
#kuliahbundasayangIIP
#Bunsay4Bekasi
#Level11Bunsay4Bekasi

Referensi

video ibu Elly Risman

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2904002566308770&id=100000971666763